Kebijakan senja begitu biasa bagi mereka yang setiap pukul enam sore melihat langit merekah ditaburi warna biru jingga dan orange yang keindahanya tak mampu dijabarkan kata kata.
Alunan debur ombak begitu biasa bagi mereka yang tumbuh bersama dipinggiran pantai yang kecantikanya mampu disebut sebagai surga dunia.
Tak ada pentingnya kamu simak itu semua hanya majas antah berantah untuk menggambarkan sosok aku dimatamu.
Sayang.
Aku ingat betul saat pertama dulu bagaimana sepertinya kamu tak bisa melalui malam tanpa aku.
Tentang bagaimana kita rela melawan kantuk ditiap malam demi malam beralasan rindu yang rasanya begitu menggebu.
Aku ingat betul bagaimana kamu bilang rindu setiap detiknya ketika baru saja berpisah denganku.
Tentang bagaimana aku mengatur mati matian ritme jantungku ketika jemariku terbungkus hangat jemari jemari gagahmu.
Aku ingat betul bagaimana kamu mengatakan aku yang paling indah dalam hari harimu.
Tentang bagaimana kamu selalu menyelipkan tawa di setiap hari hari yang aku anggap buruk.
Tapi lagi, seiring waktu berlalu, kamu mengabaikan sesuatu yang tadinya kamu bilang indah bagimu.
Secepat itukah jenuh mu?
Tidakah kamu sadar aku sedikitpun tidak pernah merubah rasaku. Aku selalu menyimpan cinta yang sama sama seperti ketika pertama kali mata kita bertemu. Aku selalu merindukanmu disetiap detiku tanpa berharap kamu akan tau.
Ya. Mungkin kini aku terlihat biasa dimatamu. Atau mungkin lebih buruk daripada itu.
Tapi sayang, ingatlah.
Kamu pernah mencintai seorang gadis yang kebodohanya cukup untuk selalu memaafkan kesalahanmu.
Kamu pernah mencintai seorang gadis yang selalu melalui malamnya dan tertidur dalam keadaan merindukanmu.
Kamu pernah mencintai seorang gadis yang sampai detik ini cintanya untuh buatmu.
Kamu pernah mencintai seorang gadis yang menaruh rapih kata selamanya untuk sosok dirimu.
Aku tegaskan.
Gadis itu aku.